Setelah menjalani puasa Ramadhan selama satu bulan penuh, umat Islam bersukacita merayakan hari raya Idul Fitri.
Apalagi, momen Idul Fitri 1443 Hijriah kali ini berada dalam situasi pandemi Covid-19 yang semakin terkendali.
Masyarakat pun kini akhirnya diizinkan untuk mudik, setelah dilarang selama dua tahun akibat virus corona.
Di Indonesia, hari raya Idul Fitri memiliki nama lain berupa ‘Lebaran’.
Sementara hari raya Idul Adha memiliki istilah lain Lebaran Haji atau Lebaran Besar, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Karena lebih ringkas, masyarakat bahkan lebih sering menggunakan kata ‘Lebaran’ daripada hari raya Idul Fitri.
Belum menemukan sumber autentik tertulis
Pengamat bahasa Indonesia Ivan Lanin mengatakan, sejauh ini ia belum menemukan sumber autentik tertulis terkait asal kata Lebaran dan kapan kata itu mulai dipakai.
“Yang jelas, kata itu tidak dikenal dalam bahasa Arab dan bukan berasal dari bahasa itu,” kata Ivan
Namun, beberapa sumber tersier menuliskan bahwa kata itu kemungkinan berasal dari bahasa daerah.
Ada empat bahasa daerah yang disebut menjadi asal kata Lebaran, yaitu bahasa Jawa “lebar” (selesai), bahasa Sunda “lebar” (melimpah), bahasa Betawi “lebar” (luas), dan bahasa Madura “lober” (tuntas).
Dalam tulisan sastrawan Sunda Ace Salmun Raksadikaria, imbuhnya, kata Lebaran bahkan disebut berasal dari tradisi Hindu.
“Konon, ada tulisan dari Mas Ace Salmun Raksadikaria, sastrawan Sunda, yang menyatakan kata itu berasal dari tradisi Hindu pada tulisannya dalam sebuah majalah (1954),” jelas dia,
“Konon juga, budayawan Umar Khayam menyatakan bahwa tradisi perayaan Lebaran dimulai pada abad ke-15 di Jawa oleh Sunan Bonang, salah seorang anggota Wali Songo,” sambungnya.
Ivan tak bisa memastikan apakah kata Lebaran itu merujuk pada selesainya puasa Ramadhan selama sebulan penuh.
Menurutnya, KBBI mencantumkan arti Lebaran sebagai ‘hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah selesai menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadan’.
“Arti yang lain merupakan interpretasi. Saya belum menemukan sumber autentik. Etimologi atau asal kata memang kerap sulit ditelusuri,” pungkasnya.